Selasa, 09 Desember 2014

Download film hitcher-2007

ini gan gue punya film barang kali loe minat sama filmnya silakan download filmnya.....





Detail Film

Release Date : 19 January 2007 (USA)
Director : -
Quality : BluRay 720p
Title : -
Info IMDb : http://www.imdb.com/title/tt0455960/
Rating IMDb : -
Runtime : -
Genre : Action | Crime | Thriller
Stars : Sean Bean, Sophia Bush, Zachary Knighton
Encoder : FatNanda@Ganool
Synopsis : 
While driving through the New Mexico Desert during a rainy night, the college students Jim Halsey and his girlfriend Grace Andrews give a ride to the hitchhiker John Ryder. While in their car, the stranger proves to be a psychopath threatening the young couple with a knife, but Jim succeeds to throw him out of the car on the road. On the next morning, the young couple sees John in another car with a family, and while trying to advise the driver that the man is dangerous, they have an accident. While walking on the road, they find the whole family stabbed in the car, and John sees that the driver is still alive. He drives to a restaurant seeking for help, but the police blame Jim and Grace to the murder and send them to the police station. However, John kills the policemen and pursues the couple, playing a tragic and violent mouse and cat game with Grace and Jim.

Trailer Film



Download Film
Penelusuran yang terkait dengan film : Download film hitcher-2007 (2014) BluRay 720p 800MB, Download Film Download film hitcher-2007 + Subtitle Indonesia (2014) CAM, Subtitles for Download film hitcher-2007, Download film hitcher-2007 (2014) + Subtitle Indonesia, Download Film Download film hitcher-2007 2014, Download film hitcher-2007 (2014) - NontonMovie, Download Film Download film hitcher-2007 (2014) Subtitle, Download Film Download film hitcher-2007 (2014) Bluray 720p, Download film hitcher-2007 (2014) WEBRip, Download Film Download film hitcher-2007 + Subtitle Indonesia, Download Film Terbaru 2014 Download film hitcher-2007, Download Film Terbaru 2013 Download film hitcher-2007, Download Film Terbaru 2012 Download film hitcher-2007, Download Film Terbaru 2011 Download film hitcher-2007, Download Film Terbaru 2010 Download film hitcher-2007, Download Film Terbaru 2009 Download film hitcher-2007, Download film hitcher-2007 (2014) | Nonton Film Online, Download Film Download film hitcher-2007 (2014) - Free, Download film hitcher-2007 subjudul Bahasa Indonesia, film blue Download film hitcher-2007, film izle Download film hitcher-2007, film streaming Download film hitcher-2007, hd film Download film hitcher-2007, online streaming Download film hitcher-2007, full film Download film hitcher-2007, film online Download film hitcher-2007, porno film Download film hitcher-2007, film gratis Download film hitcher-2007, sex film Download film hitcher-2007, download film sex Download film hitcher-2007, download film bokep Download film hitcher-2007, download film semi Download film hitcher-2007, film terbaru Download film hitcher-2007,

PRINSIP DAN TEKNIK PEMBERIAN OBAT



HAI... GUYS buat para perawat, bidan dan semua institusi kesehatan bikin pasienmu nyaman dan aman ya... ini gue ada cara PRINSIP DAN TEKNIK PEMBERIAN OBAT monggo  lang ditingali


Respon farmakologik terhadap suatu obat bersifat kompleks.Perawat harus ingat jumlah dan macam-macam factor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Beberapa factor yang mempengaruhi reaksi obat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Absorpsi
2.      Distribusi
3.      Metabolisme atau biotransformasi
4.      Ekskresi
5.      Usia
6.      Berat badan
7.      Toksisitas
8.      Farmakogenetik
9.      Rute pemberian
10.  Saat pemberian
11.  Faktor emosional
12.  Adanya penyakit
13.  Riwayat obat
14.  Toleransi
15.  Efek penumpukan
16.  Interaksi obat-obat

PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT
Sebelum memberikan obat,perawat harus benar-benar yakin,bahwa obat yang akan diberikan tersebut benar-benar diorderkan oleh dokter.Perawat juga harus yakin tentang jenis order yang diterima,yaitu:
1.      Staal Order (perintah segera) untuk obat yang diberikan mendadak,misalnya keadaan gawat darurat.Perintah ini hanya berlaku satu kali dan bila diinginkan,harus dibuat perintah baru.
2.      Singgle Order (perintah satu kali) merupakan pesanan pengobatan satu kali pemberian pada saat tertentu,namun tidak harus segera diberikan
3.      Standing Order (perintah tetap)merupakan pesanan pengobatan yang diberikan pada jangka waktu tertentu,misalnya 7 hari
4.      PRN Order (perintah kalau perlu) merupakan pesanan pemberian obat yang dilakukan kalau perlu saja.





Dalam hal ini perawat harus berpegang pada Prinsip Enam Tepat dan
1 W,yaitu:
1.      Tepat pasien
Hal ini dapat dipastikan dengan memeriksa gelang identitas pasien dan atau meminta pasien menyebut namanya sendiri
2.      Tepat Obat
Obat yang benar ,pasien menerima obat yang telah diresepkan.Bagi pasien yang dirawat di RS,perintah pengobatan harus ditulis pada lembar instruksi dokter dan ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan.Perintah pengobatan melalui telepon harus ditandatangani oleh dokter yang bersangukatan dalam waktu tidaklebih dari 24 jam
3.      Tepat Dosis
Dosis yang benar adalah dosis yang diresepkan untuk pasien yang bersangkutan.Dalam kebanyakan kasus,dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat obat yang bersangkutan.Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat,dengan mempertimbangkan veraiabel berikut:tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta).Dalam keadaan tertentu,berat badan pasien juga harus di pertimbangkan.Sebelum menghitung dosis,perawat harus memiliki pengetahuan tentang teknik penghitungannya.Penghitungan dosis obat harus diperiksa ulang bila didapatkan hasil besar dari dosis yang ditetapkan.
4.      Tepat Waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana yang diresepkan harus diberikan.Dosis harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari,seperti b.i.d (dua kali sehari),t.i.d (tiga kali sehari),q.i.d (empat kali sehari) atau q6h (setiap 6 jam(,sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan.Jika obat mempunyai waktu parah(1/2)yang penting,obat diberikan sekali sehari.Obat-obat dengan waku paruh pendek,diberikan beberapa kali sehari dalam selang waktu tertentu.Beberapa obat diberikan sebelum makan dan beberapa yang lainnya diberikan sesedah makan.
5.      Tepat Rute
Rute yang benar perlu absorbsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering adalah per oral (melalui mulut) untuk cairan,suspense,pil,tablet atau kapsul, sublingual (dibawah lidah),bukal (antara gigi dan pipi),topical (kulit),inhalasi (semprot),intilasi (hidung,mata,telinga,rectum,vagina),supositoria (rectum) untuk kapsul khusus rectum,perenteral (intrakutan,subkutan,intramuscular dan intravena).
6.      Tepat Pencatatan
Perawat harus segera mencatat informasi tepat mengenai obat yang telah diberikan.Ini meliputi nama obat,dosis,rute pemberian,waktu pemberian dan tandatangan perawat.Respon pasien terhadap pengobatan perlu dicatat.Penundaan pencatatan akan mengakibatkan lupa,sehingga informasi menjadi tidak akurat
7.      Waspada
Perawat harus waspada kemungkinan terjadinya reaksi pasien yang tidak diinginkan terhadap obat yang diberikan.
TEKNIK PEMBERIAN OBAT
Perawat harus memahami tehnik pemberian obat melalui rute-rute yang telah disebutkan di atas.Teknik pemberian obat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Pemberian Obat Per Oral
Pemberian obat per oral merupakan cara paling banyak dipakai,karea ini meurpakan cara yang paling mudah,murah,aman dan nyaman bagi pasien.Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral,baik dalam bentuk tablet,sirup,kapsul atau puyer,untuk membantu absorbsi,maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain.Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat,sehingga cara ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan peroral biasanya membetuhkan waktu 30 sampai 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 samapai 1.5 jam. Rasa dan bau obat yang tidak enak sering mengganggu pasien.Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mual-mual,muntah,semi koma,pasien yang mengalami pengisapan cairan lambubg serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan iritasi lambung dan muntah.Untuk mencegah hal ini,obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam lambung,tetapi menjadi hancur ada suasana netral atau basa di usus.Dalam memberikan obat jenis ini,bungkus kapsul tidak boleh dibuka,obat ini tidak boleh dikunyah dan pasien diberitahu untuk tidak minum antasida atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah makan.Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup,maka pemberian harus dilaksanakan dengan cara yang paling nyaman,khususnya untuk obat yang pahit atau rasa rasanya tidak enak.Pasien dapat diberi minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut.Sesudah minum sirup pasien dapat minuman atau kembang gula.
Perhatian
Ø  Pengobatan oral tidak diberikan kepada pasien yang muntah,tidak mempunyai reflek muntah atau dalam keadaan koma.Pasien muntah mungkin memerlukan istirahat beberapa saat sebelum pemberian obat diteruskan.
Ø  Kapsul Enteric-coated dan Timed-released harus ditelan seutuhnya supaya efektif (tidak boleh ditumbuk)
Ø  Berikan obat-obatan yang kemungkinan menyebabkan saluran pencernaan bersama-sama makan untuk mengurangi rasa tidak enak pada saluran pencernaan.
2.      Pemberian Obat Secara Sublingual
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingualyaitu dengan cara meletakkan obat dibawah lidah.Meskipun cara ini jarang dilakukan namun perawat harus mampu melakukannya.Dengan cara ini aksi kerja obat lebih cepat,yaitu setelah hancur dibawah lidah,maka obat segera diabsorbsi kedalam pembuluh darah.Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalamin kesakitan.Pasien harus diberitahu untuk tidak menelan obat,karena bila ditelan obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Pasien harus diberitahu untuk tidak menalan obat,karena bila ditelan obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung dibawah lidah.Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin,yaitu oabta vasodilatator yang digunakan untuk mengatasi nyeri pada angina pectoris.Cara kerja pemberian obat sublingual tidak berbeda dengan cara oral,hanya bedanya,kalau per oral obat ditelan,sedang secara sublingual obat ditaruh dibawah lidah sampai hancur dan terserap.
3.      Pemberian Obat Secara Bukal
Dalam pemberian obat secara bukal,obat diletakkan antara gigi dengan selaput lender pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian sublingual,pasien dianjurkan membiarkan obat sampai hancur pada selaput lender pipi bagian dalam dan habis diabsorsi.Cara kerja pemberian obat secara bukal juga berbeda dengan secara oral dan sublingual.Perbedaannya terletak pada penempatan obat,yaitu antara gigi dengan selaput lender pipi bagian dalam.Obat dibiarkan sampai hancur dan habis terserap.
4.      Pemberian Obat Secara Parenteral
Istilah parenteral mempunyai arti setiap jalur pemberian obat selain melalui enteral atau saluran pencernaan. Lazimnya istilah parenteral dikaitkan dengan pemberian obat secara injeksi,baik intradermal.intramuscular,intravena atau subkutan. Pemberian obat secara perenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat disbanding dengan secara oral.Namun pemberian secara perenteral memiliki berbagai resiko,antara lain merusak kulit,nyeri dan lebih mahal. Demi keamanan pasien,perawat harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang cara pemberian obat secara parenteral termasuk cara menyiapkan,memberikan dan menggunakan teknik steril.Dalam memberikan obat secara perenteral,perawat harus mengetahui dan dapat menyiapkan peralatan yang benar,yaitu:spuit,dan jarum serta vial/ampul.Menurut bentuknya spuit memiliki tiga bagian yaitu bagian ujung yang berkaitan dengan jarum,bagian tabung dan bagian pendorong.Dilihat dari jenis bahannya,spuit terbentuk dari kaca dan plastic.Ditinjau dari penggunaannya spuit dibedakan menjadi tiga,yaitu spuit standart hipodermik,spuit insulin dan spuit tuberculin. Jarum mempunyai ukuran panjang 1,27 sampai 12,7 cm,besar jarum dinyatakan dalam satuan gauge antar nomor 14 sampai 28 gauge. Semakin besar ukuran gaugenya semakin kecil diameternya.Penggunaan ukuran jarum disesuaikan dengan keadaan pasien yang meliputi umur,gemuk/kurus,jalur yang akan dipaki dan obat yang akan dimasukkan.Cairan obat untuk pemberian secara perenteral,biasanya dikemas dalam vial atau ampul.Ampul terbuat dari bahan gelas dan lehernya dapat dipatahkan.

ADA EMPAT CARA PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL YAITU:
a.      Intrakutan
Pengertian
Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit yang dilakukan pada lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap perlu.





Tujuan
Ø  Melaksanakan uji coba obat tertentu (misalnya skin test penicillin)
Ø  Memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dilakukan dengan cara suntikan intrakutan
Ø  Membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu (misalnya Tuberkulin Test)
b.      Subkutan
Memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dilakukan pada lengan atas sebelah luar,pada bagian luar daerah dada dan tempat lain dianggap perlu
c.       Intramuskular
Memberikan obat melalui suntikan kedalam jaringan otot,dilakukan pada pangkal lengan,otot paha bagian luar(yaitu 1/3 tengah paha sebelah luar)atau pada bokong (1/3 bagian dari spina iliaca anterior superior atau sias)
d.      Intravena
Memberikan obat melalui suntikan kedalam pembuluh darah vena yang dilakukan pada vena anggota gerak.

5.      Pemberian obat secara topical.
Selain dikemas dalam bentuk diminum atau diinjeksikan,berbagai jenis obat dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion,liniment,ointment,pasta dan bubuk yang biasanya dipakai untuk pengobatan gangguan dermatologis,misalnya gatal-gatal,kulit kering,infeksi dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk tetes (instilasi)yang dipakai untuk tetes mata,telinga dan hidung serta dalam bentuk irigasi baik mata,telinga,hidung serta dalam bentuk irigasi baik mata,telinga,hidung,vagina maupun rectum.
a.      Pemberian obat melalui kulit
Obat dapat diberikan melalui kulit dengan cara digosokkan,ditepukkan,disemprotkan,dioleskan dan ionforesis (pemberian dengan listrik).Prinsip kerja pemberian obat melalui kulit adalah sebagai berikut:
Ø  Gunakan teknik steril bila ada luka di kulit
Ø  Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih ditentukan oleh dokter)
Ø  Ambil obat kulit dari tempatnya dengan batang spatel lidah dan bukan dengan tangan
Ø  Bila obat perlu digosok,gunakan tekanan dengan aplikator
Ø  Bila digunakan kompres atau kapas lembab,maka pelembab harus steril.
b.      Irigasi dan instilasi mata
Irigasi mata merupakan suatu tindakan pencucian kantong konjungtiva mata.Berbagai bentuk spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi mata,tetapi bila tidak ada dapat digunakan spuit biasa ukuran besar.
c.       Instilasi hidung
d.      Irigasi dan instilasi telinga


e.       Irigasi dan instilasi vagina
Irigasi vagina merupakan prosedur membersihkan vagina dengan aliran air yang pelan.Tindakan ini dilakukan terutama untuk memasukkan larutan antimikroba guna mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi,mengeluarkan kotoran dalam vagina dan mencegah pendarahan (dengan cairan dingin  atau hangat)dan mengurangi peradangan.Instilasi vagina dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain untuk mengobati infeksi atau menghilangkan rasa nyeri maupun gatal-gatal pada vagina.Obat yang dimasukkan vagina dikemas dalam bentuk misalnya cream,jelly,foam atau supositoria.

6.      Pemberian Obat Per Rektal (Supositoria)
Obat dapat diberikan melalui rektal.Obat dalam bentuk cairan yang banyak diberikan melalui rektal yang sering disebut enema.Obat dalam bentuk kapsul yang besar dan panjang juga dikemas untuk diberikan melalui anus.
Ada beberapa keuntungan penggunaan obat melalui anus,anatar lain:
a.       Supositoria tidak menyebabkan iritasi pada pencernaan bagian atas
b.      Beberapa obat tertentu dapat diabsorbsi dengan baik melalui dinding permukaan rectum
c.       Supositoria retak diperkirakan mempunyai tingkatan (titrasi)aliran pembuluh darah yang benar,karena pembuluh vena pada rectum tidak ditransportasikan melalui liver.
Ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh peraat dalam memberikan obat dalam bentuk enema atau supositoria,antara lain:
a.       Untuk mencegah peristaltic,lakukan enema retansi secara pelan dengan cairan sedikit (tidak lebih dari 120 ml) dan gunakan rektal tube kecil.
b.      Selama enema berlangsung,anjurkan pasien berbaring miring ke kiri dan bernafas melalui mulut untuk merilekssikan spingter.
c.       Refensi enema dilakukan setelah pasien BAB
d.      Anjurkan pasien untuk berbaring terlentang selama 30 mnt setelah pemberian enema.
e.       Obat supositoria harus disimpan dalam lemari es,karena obat akan meleleh apad suhu kamar.
f.       Gunakan pelindung jari atau sarung tangan.Gunakan jari telunjuk untuk pasien dewasa dan jari manis pada pasien bayi.Anjurkan pasien berbaring ke kiri dan bernafas melalui mulut agar spingter rileks,pelan-pelan dorong supositoria ke dalam
g.      Anjurkan pasien tetap miring ke kiri selama 20 menit setelah obat masuk.
h.      Bila diperlukan,beritahu pasien cara mengerjakan sendiri atau memasukkan supositoria.

pengertian stunting

 

apa sih Stunting itu????

kalian pasti masih gak terlalu familiar dengan nama ini....
baiklah aku kasih tau sedikit ya tentang stunting.....

Pengertian Stunting

Status gizi merupakan keadaan yang disebabkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktifitas dan pemeliharaan kesehatan (Jahari, 2004). Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Untuk itu, program perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi masyarakat (Muchtadi, 2002). Sedangkan menurut Almatsier (2003) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan gizi.

Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek sehingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan (Manary & Solomons, 2009). Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (Fitri, 2012).

Saat ini stunting pada anak merupakan salah satu indikator terbaik untuk menilai kualitas modal manusia di masa mendatang. Kerusakan yang diderita pada awal kehidupan, yang terkait dengan proses stunting, menyebabkan kerusakan permanen. Keberhasilan tindakan yang berkelanjutan untuk mengentaskan kemiskinan dapat diukur dengan kapasitas mereka untuk mengurangi prevalensi stunting pada anak-anak kurang dari lima tahun. Berat lahir berkontribusi mengurangi pertumbuhan anak dalam dua tahun pertama kehidupan, akan mengakibatkan stunting dalam dua tahun, yang akhirnya tergambar pada tinggi badan saat dewasa. Peningkatan fungsi kognitif dan perkembangan intelektual terkait dengan peningkatan berat lahir dan pengurangan dalam stunting. Efek negatif berat lahir rendah pada pengembangan intelektual ditekankan pada kelompok sosial ekonomi rendah, dan dapat diatasi dengan perbaikan lingkungan.

Kegagalan pertumbuhan pada saat awal kehidupan akan menyebabkan tinggi badan pada saat dewasa kurang kecuali ada kompensasi pertumbuhan (catch-up growth) di masa anak-anak.



2.1.1       Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stunting Pada Balita

a.       Asupan Makan

Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pla kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Suhardjo, 2003).

b.    Umur

Penyakit kurang energi dan protein merupakan bentuk malnutrisi terutama terdapat pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara berkembang. Umur yang paling rawan adalah balita. Oleh karena itu, pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Disamping itu, masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian anak sehingga diperlukan perhatian khusus (Soetjiningsih, 1995). Umur merupakan faktor gizi internal yang menentukan bahwa pada umur dibawah 6 bulan kebanyakan bayi masih dalam keadaan status yang baik sedangkan golongan umur setelah 6 bulan jumlah balita yang berstatus gizi baik tampak jelas menurun sampai 50% (Fitri, 2012).

c.     Jenis Kelamin

Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein dibandingkan wanita. Pria lebih sanggup mengerjakan pekerjaan berat yang biasanya tidak biasa dilakukan oleh wanita. Tetapi dalam kebutuhan zat besi, wanita jelas membutuhkan lebih banyak daripada pria (Fitri, 2012).

  d.   Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan tinggi badan terhadap berat badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat ukur tinggi microtoa yang memiliki ketelitian 0,1 cm.

e.  faktor sosial ekonomi

Pada dasarnya, tingkat stunting yang tinggi berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah dan peningkatan risiko bertambah dengan adanya penyakit dan atau praktik pemberian makan yang tidak tepat. Prevalensi stunting mulai naik pada usia sekitar 3 bulan, proses dari terhambatnya pertumbuhan melambat sekitar usia 3 tahun (Semba & Bloem, 2001 dalam Fitri 2012).

Penelitian terhadap tinggi badan dengan migrasi ke kelompok masyarakat yang lebih makmur, dan pengalaman pertumbuhan pada bayi-bayi dari keluarga miskin yang diadobsi ke dalam rumah tangga yang kaya, menunjukkna bahwa komposisi genetik bukan determinan primer yang menentukan tinggi badan orang dewasa. Kendala lingkungan merupakan persoalan yang jauh lebih penting (Manary & Solomon, 2009).

udah mulai mengertikan stunting itu apa??? kasarnya stunting itu pendek,,,,
ayoo bagi para ibu-ibu cegah stunting sejak dini

MAKALAH TENTANG BRONKIEKTASIS


INI GAN GUE PUNYA MAKALAH TENTANG PENYAKIT BRONKIEKTASIS BUAT ENTE-ENTE YANG SUSAH NYARI BUKU BUAT MAKALAH ENTE MAKALAH INI SUMBERNYA SUDAH JELAS ADA DAFTAR PUSTAKANYA PULA



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bronkiektasis adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa (bronkiektasis silindris), ulserasi (bronkiektasis kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.
Keadaan yang sering menginduksi terjadinya bronkiektasis adalah infeksi, kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu.
Di seluruh dunia angka kejadian bronkiektasis tinggi, biasanya terjadi pada negara terbelakang atau berkembang. Bronkiektasis kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah, nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut.
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronis bronki dan bronkiolus yang disebabkan oleh inflamasi dan destruksi diding bronkiolar. Sputum terakumulasi dan menyumbat bronkiolus; bersihan jalan napas buruk mengakibatkan batuk hebat, yang secara permanen melebarkan bronki. Gangguan ini biasanya melibatkan lobus paru bawah, dan dapat berlanjut menjadi atelektasis, fibrosis, dan insufisiensi pernapasan. Bronkiektasis umunya disebabkan infeksi paru; obstruksi bronkial; aspirasi benda asing, muntah atau benda dari saluran pernapasan atas; dan gangguan imunologis.
Komplikasi meliputi supurasi progresif, hemoragi paru mayor, emfisema dan insufisiensi pernapasan kronis.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. ( Soeparman & Sarwono, 1990)

1.2  Tujuan Penyusunan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa itu bronkiektasis, pencegahan  dan pengobatannya. Serta dapat mengetahui apa-apa saja yang menjadi dasar dari penyebab bronkiektasis.

1.3  Manfaat Penyusunan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita akan apa itu bronkiektasis dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bronkiektasis.


















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Konsep Medis
2.1.1        Pengertian
Bronkiektasis adalah penyakit paru supuratif yang ditandai oleh dilatasi bronkus, pertama digambarkan Laennec pada tahun 1819. Ia menyebutkan perubahan patologi dalam dinding bronkus dan parenkim paru serta melihat bahwa kelainan ini jarang timbul dalam lobus superior. Penatalaksanaan bedah untuk bronkiektasis dimulai dengan drainase abses paru dan tindakan lain mencakup pembuangan suatu lobus, baik sebagian atau lengkap, dengan scalpel atau dengan kauter sebenarnya. Ini diikuti dengan lobektomi sebagian dan total standar untuk lobus bronkiektatik. Pemeriksaan nantinya menunjukkan bahwa reseksi segmental sering merupakan tindakan bedah terpilih.
Bronkiektasis umunya disebabkan infeksi paru; obstruksi bronkial; aspirasi benda asing, muntah atau benda dari saluran pernapasan atas; dan gangguan imunologis. Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkietaksis sebagai akibat infeksi pernafasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan immunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lender menyumbat bronchial dan mengarah pada atelektasis.

2.1.2        Etiologi
Bronkiektatis bisa merupakan kelainan kongenital atau akuisita. Jenis kongenital mencakup bronkiektasis dengan situs inversus dan sinusitis paranalis (sindrom Kartagener), yang ditandai oleh cacatsilia atau gerakan silia di dalam mukosa bronkus. Hipogammaglobulinemia bisa disertai dengan bronkiektasis dan dianggap sebagai faktor predisposisi dalam perkembangan pneumonia pada pasien ini dengan merendahkan respon kekebalan. Sekresi bronkus kental abnormal ditemukan dalam pasien fibrosis kistik yang menyebabkan timbulnya sumbat mukus dan dan sekrresi brochus purulenta, yang akhirnya menimbulkan bronkiektasis.
Walaupun infeksi yang dulu menunjukkan sebab primer bronkiektasis akuisitas (pertusis, morbili, influenza, dan pneumonia bronchial), namun penyakit ini sebagian besar telah dikendalikan denagan antibiotika dan imunisasi.
Saat ini obstruksi instriksi bronkus oleh sekresi purulenta, sumbat mukus, aspirasi, benda asing, tuberculosis, neoplasma,dan abses paru kronis merupakan penyebab yang lebih lazim. Dasar ekstrinsik dari kelenjar limfe membesar, yang menyebabkan sindrom lobus medius dan pembuluh darah anomali yang menyebabkan obstruksi bronkus telah menjadi lebih penting.

2.1.3        Patofisiologi
Reid mengklasifikasikan bronkiektasis kedalam tiga kelompok : (1) silindris, dimana bronkus yang berdilatasi mempunyai bagian regular tanpa peningkatan diameter dan berakhir mendadak; (2) varikosa dengan dilatasi lebih besar dan ketidakteraturan; tak adanya pengisian perifer dan akhir bulbosa; serta (3) sakular (kistik), yang memperlihatkan dilatasi bronkus dan ballooning, yang meningkat kearah tepi paru.
Bronkiektasis biasanya terletak dalam segmen basal lobus inferior disertai keterlibatan lobus medius yang berhubungan atau lingula juga. Segmen superior lobus inferior biasanya bebas penyakit, karena drainase gravitasi yang adekuat. Bila segmen basal kiri sakit, lingual terlibat dalam 60 sampai 80 persen kasus; bila segmen basal kanan terlibat, maka lobus medius kana sakit dalam 45 sampai 60 persen. Bronkiektasis timbul bilateral dalam sekitar 40 persen pasien.
Manifestasi anatomi makroskopik bronkiektasis mencakup penebalan dan dilatasi dinding bronkus (kadang – kadang abses).

2.1.4        Way Of Caution (WOC)





2.1.5        Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)
1.      Batuk kronik
Batuk kronik karena pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak. Spesimen sputum akan secara khas “membentuk lapisan” menjadi tiga lapisan dari atas: lapisan atas berbusa, lapisan tengah yang bening, dan lapisan bawah berpartikel tebal. Bronkiektaksis tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan bronchitis kronik.
2.      Hemoptisis
3.      Jari tabuh
Jari tabuh karena insufiensi pernafasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru berulang.
Gambaran Klinis Bronkiektasis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur  kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.
Tanda dan Gejala
1.      Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring.
2.      Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek  selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3.      Batuk  yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih    200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan  kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4.      Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
                                     (Sylvia S. Prince & Loranine M. Wilson, 2003)


2.1.6        Diagnostik
1.      Pemerisaan Laboratorium.
·         Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter, proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk  menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

·         Pemeriksaan Darah Tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang  ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.

·         Pemeriksaan Urina.
Ditemukan dalam batas normal, kadang  ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.

·         Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan :
-          Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
-          Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
-          Hipoksemia
-          Hiperkapnia

·         Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
û  Pemeriksaan imunologi
û  Pemeriksaan spermatozoa
û  Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

2.      Pemeriksaan Radiologi.
·         Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar  dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon  serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri  dan lobus medius paru kanan.

·         Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif  atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus  bersih dari sekret.

2.1.7        Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainase sekret dan mengobati infeksi. Objektif dari pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan drainase bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atau paru-paru dari sekresi yang berlebihan.
1.      Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan  sensitivitas  pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke dalam regimen antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.
2.      Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi. (kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase postural pada awalnya dilakukan untuk periode  singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
3.      Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis. Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort sekresi mukosiliaris.
4.      Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan tindakan aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar mukosa.
5.      Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang dapat diangkat tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan dalah untuk menjaga jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius. Semua jaringan yang sakit diangkat, sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru (pneumonnektomi). Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari lobus paru. Keuntungan utama dari tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan segmen paru. Pembedahan didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk mencegah komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini dicapai dengan cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion langsung melalui bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.


2.1.8        Diagnosa Banding
1.      Bronkitis kronis
Bronkitis kronis menunjukan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan bronkografi.
2.      Tuberkulosis paru
Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam sputum. Akan tetapi perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan penyulit dari tuberkulosis paru.
3.      Abses Paru
Pada radiologis tampak abses yang dapat dibedakan dari gambaran bronkiektatais.
4.      Tumor Paru
Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberi gambaran infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia.


2.1.9        Komplikasi
þ  Malnutrisi kronis
þ  Amiloidosis
þ  Gagal jantung sebelah kanan
þ  Kor pulmonale
þ  Gagal napas








2.2  Asuhan Keperawatan
2.2.1        Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan bronkiektasis ini antara lain mencakup:
2.2.1.1           Biodata
Nama          : Menunjukkan identitas dari pasien
Umur          : Berguna dalam menentukan tindakan keperawatan dan menentukan dosis obat.
Alamat        : menunjukkan alamat dari pasien.
BB dan TB : sebagai penunjang dalam menganalisa tentang keadaan dari klien.
2.2.1.2           Riwayat Kesehatan
2.2.1.2.1        Keluhan Utama
²  Batuk
²  Dahak purulen
²  Panas
²  Lemah
²  Berat badan menurun
2.2.1.2.2        Riwayat Penyakit Sekarang
§  Penyakit pneumonia yang sering.
§  Batuk darah atau sputum bercak darah.
§ Batuk  kronis yang menghasilkan sekresi banyak, bau, dan mukopurulen.
§  Dispnea.
§  Berat badan menurun.
§  Malaise.
2.2.1.2.3        Riwayat Penyakit Dahulu
Mungkin ada penyakit paru yang mendasari di masa kanak – kanak, seperti pneumonia, batuk rejan, atau TB. Ada pula gangguan turunan yang jarang ditemukan, yaitu memiliki silia imotil (Kartegener = bronkiektasis dan desktrokardia, silia defektif) atau definisi α1-antiripsin, dan pada pasien dengan imunodefisiensi bisa terjadi bronkiektasis.

2.2.1.2.4        Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah keluarga yang mengalami hal yang serupa.

2.2.1.2.5        Riwayat Psiko-sosial-spiritual
w  Stress emosional.
w Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.
w  Aktivitas fisik yang berlebihan
2.2.1.2.6        Riwayat Pola Hidup Sehat
o  Merokok produk tembakau sebagai faktor penyebab utama
o  Tinggal atau bekerja di daerah dengan polusi udara berat

2.2.1.2.7        Riwayat Alergi
û Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
2.2.1.3           Pengkajian Persistem
a.       Kaji frekuensi dan irama pernafasan: RR meningkat/ menurun/ normal.
b.      Inspeksi warna kulit dan warna menbran mukosa: pucat/ sianosis/ ikterik.
c.       Auskultasi bunyi nafas: vesikuler/ wheezing/ ronchi
d.      Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
1)      Mengangkat bahu pada saat bernafas.
2)      Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas.
3)      Pernafasan cuping hidung.
e.       Kaji ekspansi dada : simetris/ asimetris.
f.       Kaji batuk : produktif/ nonproduktif. Bila produktif tentukan warna sputum.
g.      Kaji tingkat kesadaran.
                                 
2.2.2        Diagnosa Keperawatan
a.    Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.
b.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu.
(Marylin E doengoes, 2000)

2.2.3        Intervensi Keperawatan
1.   Melatih batuk efektif dan pengeluaran secret.
2.   Mengembalikan atau memulihkan kebutuhan oksigen dan fungsi alveoli.
3.   Mengembalikan atau memulihkan status nutrisi dan berat badan.







2.2.4        Implementasi Keperawatan
1.   Bantu pasien mempertahakan jalan nafasnya dengan bunyi nafas bersih/jelas.
2.   Bantu pasien memperbaiki ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
3.   Bantu pasien meningkatan status nutrisi dan berat badan pasien.

2.2.5        Evaluasi Keperawatan
Menilai tercapai atau tidaknya tujuan, dilihat dari perilaku pasien dan keluarga serta keadaan fisik, sebagai berikut :
a.       Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
b.      Tujuan tercapai sebagian jika klien menunjukkan perubahan dari kriteria dan standart yang ditetapkan.
c.       Tujuan tidak tercapai jika klien tidak menunjukkan perubahan kemajuan sama dan bahkan timbul masalah baru, kolaborasi dengan dokter yang merawat.

2.2.5.1           Catatan Perkembangan
Ø  GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-  24x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
Ø  Pasien menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
Ø  Pasien menunjukkan peningkatan pada berat badan dan mampu mempertahankannya.




2.2.5.2           Evaluasi Akhir Keperawatan
Masalah yang dihadapi pasien sedikit demi sedikit teratasi mulai dari melakukan batuk efektif dan mengeluarkan secret secara mandiri, serta GDA dalam batas normal, hingga peningkatan berat badan.



























BAB 3
PEMBAHASAN


3.1  Pengkajian Keperawatan
Pasien dengan bronkiektasis mengalami batuk dengan dahak purulen disertai adanya bercak darah hal ini  disertai pula oleh berat badan yang menurun dan adanya malaise. Pasien yang tinggal di daerah dengan polusi berat dan pasien yang sebelumnya mempunyai riwayat penyakit pernafasan akan lebih berisiko untuk mengalami penyakit bronkiektasis ini.
Aktivitas yang berlebihan, adanya stress emosional, kebiasaan merokok,  juga turut memicu pasien untuk mengalami penyakit ini menjadi lebih berat.

3.2  Diagnosa Keperawatan
Ø  Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.
R/ dengan adanya peningkatan produksi sekret ini pasien yang mengalami penyakit bronkiektasis akan lebih berat dalam bernafas (sulit untuk bernafas).
Ø  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
R/ dengan adanya gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli ini pasien yang mengalami penyakit bronkiektasis akan mengalami batuk dan frekuensi nadi menjadi cepat.
Ø  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu.
R/ pasien yang mengalami penyakit bronkiektasis akan mengalami penurunan nafsu karena mual muntah dan produksi sputum yang berlebih.


3.3  Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
·         Kriteria Waktu      : saat MRS dan  setiap waktu.
·         Kriteria Hasil         : Frekuensi pernafasan pasien kembali normal.
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : tidak ada bunyi tambahan pada pernafasan pasien.
3.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran  tempat tidur.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien dapat bernafas dengan nyaman.
4.      Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien dapat melakukan latihan nafas dengan mandiri dan tidak terjadi dispneu.
5.      Observasi karakteriktik  batuk dan bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk.
·         Kriteria Waktu      : Setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien tidak mengalami batuk yang tidak efektif lagi.
6.      Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan.
·         Kriteria Waktu      : setiap hari sesuai kebutuhan
·         Kriteria Hasil         : kekentalan secret pasien menurun.


7.      Pertahankan polusi lingkungan minimum.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien mendapatkan kenyaman dalam bernafas.
8.      Berikan obat sesuai indikasi.
·         Kriteria Waktu      : sesuai anjuran dokter
·         Kriteria Hasil         : mempercepat proses penyembuhan pasien.


Dx 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori.
·         Kriteria Waktu      : Setiap saat
·         Kriteria Hasil         : terdeteksinya seberapa kronisnya penyakit pasien.
2.      Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
·         Kriteria Waktu      : Saat akan melakukan tindakan ke pasien
·         Kriteria Hasil         : terpenuhinya kenyamanan pasien dalam bernafas.
3.      Dorong untuk pengeluaran sputum/penghisapan bila ada indikasi.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : Pasien terdorong untuk mengeluarkan sputum jika dirasa adanya indikasi.
4.      Awasi tingkat kesadaran / status mental.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien berada dalam kondisi yang aman dan normal.


5.      Awasi tanda vital dan status jantung.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : pasien berada dalam kondisi aman dan normal.
6.      Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan bantu intubasi.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : kebutuhan pasien akan oksigen terpenuhi.


Dx 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu.
Rencana tindakan :
1.      Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : status nutrisi pasien terpenuhi.
2.      Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : rasa nyaman pasien saat makan terpenuhi.
3.      Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi.
·         Kriteria Waktu      : kapan saja
·         Kriteria Hasil         : terpenuhinya kebituhan nutrisi pasien.
4.      Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
·         Kriteria Waktu      : setiap saat
·         Kriteria Hasil         : terpenuhinya kebutuhan cairan pasien.


3.4  Implementasi Keperawatan
1.      Lakukan pendidikan prabedah dan pascabedah pada pasien.
2.      Berikan pasien obat yang di programkan.
3.      Berikan pasien perawatan suportif.
4.      Lakukan fisioterapi dada pada pasien.
5.      Sediakan lingkungan yang hangat, tenang, dan nyaman.
6.      Atur  waktu istirahat dan aktivitas pasien.
7.      Berikan makanan dengan gizi yang seimbang dan tinggi kalori.
8.      Berikan pasien diet sedikit tapi sering.
9.      Berikan hidrasi yang adekuat pada pasien.
10.  Berikan perawatan mulut yang rutin pada pasien.
11.  Anjurkan penggunaan spirometer insentif, batuk dan bernafas dalam.
12.  Berikan asuhan pascabedah.
13.  Pertahankan elevasi kepala tempat tidur minimal 30 derajat.
Pendidikan pasien dan pemeliharaan kesehatan
1.      Instruksikan pasien untuk menghidari uap berbahaya, debu, asap, serbuk, dan iritan paru lain.
2.      Ajarkan pasien untuk memperhatikan dan melaporkan perubahan kuantitas atau karakter sputum.
3.      Anjurkan perawatan gigi regular karena produksi sputum yang berlebihan dapat memengaruhi gigi geligi.
4.      Instruksikan pasien dan keluarga untuk mengimplementasikan latihan drainase dan terapi fisik dada. Anjurkan pasien untuk menggunakan drainase postural sebelum bangun pagi, untuk mengeluarkann akumulasi sputum malam hari.
5.      Anjurkan pasien melakukan aktifitas fisik sepanjang hari untuk membantu memobilisasi sekresi.
6.      Tekankan pentingnya imunisasi influenza dan pneumonia serta tindakan segerah terhadap semua infeksi pernapasan.
7.      Pantau respon terhadap terapi. Waspada terhadap eksaserbasi yang dutandai oleh perubahan pada produksi sputum.
3.5  Evaluasi Keperawatan
1.      Pasien tidak lagi cemas.
2.      Pasien terhindar dari komplikasi.
3.      Apa yang menjadi keluhan pasien perlahan mulai teratasi.
4.      Tanda-tanda vital pasien normal.
5.      Asupan nutrisi dan cairan pasien terpenuhi.
6.      Kondisi pernafasan normal, tidak adanya suara tambahan.
7.      Kondisi jantung normal.
8.      Tidak adanya komplikasi























BAB 4
SIMPULAN


4.1  Kesimpulan
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pneumonitis  berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau massa yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. ( Soeparman & Sarwono, 1990)


4.2  Saran
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan gejala, bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh karena itu individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari bronkiektasis segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang kedokter maupun rumah sakit untuk memeriksakan keadaannya, dan juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan tentang bronkiektasis.
Dalam makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari semua dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik kedepannya.
Amin.


REFERENSI

þ  Geadle, Jonathan. 2007. At A Galance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Erlangga
þ  http://dokterbujang.wordpress.com/2012/09/08/bronkiektasis/(diakses pada 7 oktober 2014)
þ  Kowalak, Jennifer P. 2011. Potofisiologi. Jakarta : EGC
þ  Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarata : EGC
þ  Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC
þ  Williams, Lippincont & Wilkens. 2011. Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC





















PENGERTIAN HUKNAH RENDAH DAN HUKNAH TINGGI

BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang
Dalam hal ini perawat harus mampu memahami dan mengerti tentang bagaimana cara membantu pasien yang susah BAB dengan benar dan teliti dan juga agar perawat dapat memahami manfaat serta indikasi dan kontra indikasi dan melakukan huknah, gliserin dan suppositoria. Memungkinkan perawat untuk melakukan dengan benar terhadap bagaimana melakukan tindakan huknah, gliserin dan suppositoria kepada pasien.

  1. Tujuan
Tujuan adanya makalah ni adalah agar mahasiswa/mahasiswi kesehatan mampu untuk :
1.      Menjelaskan pengertian huknah, gliserin dan suppositoritas.
2.      Menjelaskan persiapan alat.
3.      Dapat melaksanakan prosedur dari tindakan pemberian huknah, gliserin dan suppositoritas

BAB II
TINDAKAN KEPERAWATAN

1.      Pengertian Huknah

Enema / Huknah adalah memasukkan cairan sabun yang hangat melalui anus rektum sampai kedalam kolon desenden dan asenden. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses dan flaktus. Huknah dapat diklasifikasikan ke dalam empat golongan menurut cara kerjanya : cleansing ( membersihkan ), carminative ( untuk mengobati flakulance ), retensi ( menahan ), dan mengembalikan aliran. Dua jenis dari cleaning anema adalah high enema ( huknah tinggi ) dan low enema ( huknah rendah ). High enema diberikan untuk membersihkn kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 1000ml larutan orang dewasa dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbeng dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar, cleaning enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5 – 10 menit.
Low enema diberikan hanya untuk membersih kan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500 mL larutan diberikan pada orang dewasa dan klien dipertahankan pada posisi ke kiri selama pemberian.

Tujuan
1.      Untuk membersihkan usus.
2.      Untuk pengobatan.
3.      Membantu menegakkan diagnosa.

Indikasi
1.      Untuk persiapan pemeriksaan radiologi.
2.      Untuk persiapan opoerasi.
3.      Pada ibu yang akan melahirkan.

Kontraindikasi
1.      Tumor.
2.      Hemoroid (ambien).

2.   Carminatine Enema
Carminatina enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum untuk dimasukkan gas dimana ia merenggangkan rektum dan kolon, kemudian merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60 – 180 mL.

3.   Retention Enema
Retention enema yaitu dimasukkan oil (pelumas) ke dalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk suatu waktu yang lama (1–3jam), ia bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal yang akhirnya memudahkan jalannya feses.

4.   Enema Yang Mengembalikan Aliran
Enema yang mengembalikan aliran kadang – kadang mengarah pada pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektum dan pengaliran cairan dari rektum.
Pemberian enema merupakan prosedur yang relatif mudah untuk klien. Bahaya utama adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotania.

A.    PEMBERIAN HUKNAH

1.                                                                  HUKNAH RENDAH
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal melalui anus. Huknah rendah dilaksanakan sebelum operasi ( persiapan pembedahan ) dan pasien yang mengalami obstipasi.
Tujuan
1.      Mengosokkan usus pada pra – pembedahan untuk mencegah hal – hal yang tidak diinginkan selama operasi berlangsung, seperti BAB.
2.      Merangsang buang air besar atau merangsang pristaltik usus untuk mengeluarkan fedses karena kesulitan untuk defekasi ( pada pasien sembelit ).

Alat dan bahan
1.      Pengalas
2.      Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
3.      Cairan hangat ( 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5°­­ – 43° C )
4.      Bengkok
5.      Jeli
6.      Pispot
7.      Sampiran
8.      Sarung tangan
9.      Tisu

Prosedur kerja

1.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
2.      Cuci tangan
3.      Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien dirawat di bangsal umum.
4.      Atur posisi pasien dengan posisisi sims kiri.
5.      Pasang pengalas dibawah area gluteal.
6.      Siapkan bengkok di dekat pasien.
7.      Irigator diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian periksa alirannya dengan membuka kanula rekti dan keluarkan air ke bengkok dan beri jeli pada kanula.
8.      Gunakan sarung tangan.
9.      Masukkan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desendens sambil pasien diminta menarik napas dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur dan buka klemnya. Air yang dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk defikasi.
10.  Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defikasi dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Bila pasien tidak mampu mobilisasi, bersihkan daerah sekitar anus hingga bersih dan keringkan denagn tisu.
11.  Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
12.  Catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan dan respon pasien.

2.                                                                  HUKNAH TINGGI
Huknah tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asendens dengan menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan umum.

Tujuan
Menggosokkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang air besar selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak diagnostik / pembedahan.

Alat dan bahan
1.      Pengalas
2.      Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem
3.      Cairan hangat ( 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5° – 43° C )
4.      Bengkok
5.      Jeli
6.      Pispot
7.      Sampiran
8.      Sarung tangan
9.      Tisu

Prosedur kerja
1.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
2.      Cuci tangan.
3.      Atur ruangan dengan meletakkan sampiran bila pasien berada dalam bangsal umum atau bila pasien dirawat di ruang privat, cukup dengan menutup pintu kamar.
4.      Atur posisi pasien dengan posisi sims kanan.
5.      Pasang pengalas dibawah daerah anus.
6.      Siapkan bengkok dekat pasien.
7.      Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan kanula usus, kemudian periksa aliran dengan membuka kanula usus dan mengeluarkan air ke bengkok dan be ikan jeli pada ujung kanula tersebut.
8.      Gunakan sarung tangan.
9.      Masukkaan kanula kedalam rektum ke arah kolon asendens (15-20 cm) sambil pasien diminta menarik nafaspanjang dan pegang irigator setinggi 30cm dari tempat tidur dan buka klem msampai air mengalir dan menimbulkan rasa ingin defekasi.
10.  Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet, bila pasien tidak mampu ke toilet bersihkan dengan menyiram daerah parineum hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
11.  Cuci tangan.
12.  Ccatat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien terhadap tindakan.

B.     PEMBERIAN GLISERIN PER REKTAL
            Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan mengggunakan spuit gliserin. Tindakan ini dapat dilakukan untuk merangsang peristaltik usus sehingga pasien dapat defekasi (khususnya pada pasien yang mengalami sembelit) dan juga dapat digunakan untuk persiapan operasi.

Tujuan
1.      Merangsang buang air besar dengan merangsang peristaltik usus.
2.      Mengosongkan usus yang digunakan sebelun tindakan pembedahan.

Indikasi
1.      Pada penderita obstipasi.
2.      Persiapan operasi kecil.
3.      Untuk pemeriksaan.

Kontra indikasi
1.      Abortus imminens.
2.      Kanker rektum.
3.      Tipus abdominalis.

Alat dan bahan
1.      Spuit gliserin
2.      Gliserinn dalam tempatnya
3.      Bengkok
4.      Pangalas
5.      Sampiran
6.      Sarung tangan
7.      Tisu

Prosedur kerja
1.      Jelaskan prosedur pada pasien.
2.      Cuci tangan
3.      Atur ruangan, tutup pintu bila pasien dalam ruang rawat pribadi dan pasang sampiran bila pasien dirawat dalam bangsal umum.
4.      Atur posisi pasien (miring ke kiri)
5.      Ppasang pengalas di area gluteal.
6.      Siapkan bengkok didekat pasien.
7.      Spui diisi glieserin 10-20cc
8.      Gunakan sarung tangan
9.      Masukkan gliserinperlahan kedalam anus dengan cara tangan kiri meregangkan daerah anus, tangan tangan memasukkan spuit kedalam anus sampai pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan kedepan dan anjurkan pasien bernafas dalam.
10.  Setelah selesai, cabu dan masukkan spuit kedalam bengkok. Anjurkan pasien unuk menahan sebentar rasa ingi defeksi dan pasang pispot bila pasien tidak mampu ke toilet. Kemudian bersihkan daerrah perineum dengan air hingga bersih lalu keringkan denan tisu.
11.  Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
12.  Catat jumlah feses, warna, konsistensi, dan respons pasien.

EVAKUASI FESES SECARA MANUAL

Prosedur ini merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien. Tindakan ini digunakan untuk mengambil atau menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah bila massa feses terlalu besar dan pemberian enema tidak berhasil, konstipasi pada lansia.

Tujuan
Mengatasi impaksi fekal (pengerasan feses) yang tidak dapat dilakukan oleh enema.

Alat dan bahan
1.      Sarung tangan
2.      Minysk pelumas/jeli
3.      Alat penampung atau pispot
4.      Pengalas


Prosedur kerja
1.      Jelaskan prosedur pada pasien.
2.      Cuci tangan.
3.      Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas atau jeli pada jari telunjuk. Atur posisi miring dengan lutut fleksi.
4.      Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong dengan perlahan sepanjang dinding rektum ke arah massa feses yang impaksi.
5.      secara perlahan lnakkan massa dengan masase daerah feses yang impaksi
(arahkan jari pada inti yang keras).
6.      berikan pispot bila terasa ingin defekdsi atau bantu ke toilet.
7.      cuci tangan setelah prosedur dilaksanakan.
8.      catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan (impaksi), serta respon pasien terhadap prosedur.

C. PEMBERIAN SUPPOSITORIA
            Beberapa cathartice diberikan dalam bentuk suppositoria ini bekerja dalam beberapa cara dengan menstimulasi ujung saraf di muosa rektal. Suppositoria seharusnya dimasukkan melalui spincker analditenus.

Untuk dewasa suppositoria dimasukkan sekitar 7,5 – 10cm ( 3 – 4 inch ), klien diinstruksikan untuk bernapas melalui mulut, karena pernafasan mulut dapat  merelaksaaikan spinckeranal. Untuk lebih efektif suppositoria harus ditempatkan sepanjang dinding rektum. Secepatnya setelah memasukkan obat suppositoria, pearawat membantu menekan pinggang klien supaya obat tidak keluar.

            Buka sarung tangan, dibalikkan, kemudian dicuci dengan air dan sabun. Secara umum suppositoria efektif.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Enema / Huknah adalah memasukkan cairan sabun yang hangat melaui anus rektum sampai kedalam kolon desenden dan asenden. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses dan flatus.
2.       Huknah dapat diklasifikasikan ke dalam empat golongan menurut cara kerjanya : cleansing ( membersihkan ), carminative ( untuk mengobati flakulance ), retensi ( menahan ), dan mengembalikan aliran. Dua jenis dari cleaning anema adalah high enema ( huknah tinggi ) dan low enema ( huknah rendah ).
3.      Pemberian gliserin dilakukan dengan memasukkan cairan gliserin kedalam poros usus dengan menggunakan spuit gliserin
4.      Pemberian suppositoria bekerja dalam beberapa cara dengan menstimulasi ujung saraf di muosa rektal.


B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis sangat yakin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian guna dan tujuan untuk memperbaiki kesalahan dan menutupi kekurangan. Atas partisipasinya ribuan terima kasih kami hanturkan.





DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Alimul Hidayat,S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp.Kebutuhan Dasar Manusia.2002.Jakarta
Puruhito.1995,Dasar-Dasar Pemberian Cairan dan Elektrolit Pada Kasus-Kasus Bedah. Airlangga Univercity Press: Surabaya.